Investigasihukumkriminal.com  – Balikpapan 27/11

Sebelum-operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (15/11/2023), kondisi Kantor Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kalimantan Timur (Kaltim) memang tampak sepi aktivitas. Pantauan Investigasi Hukum & Kriminal, tak terlihat aktivitas di kantor yang berada di Jalan Syarifuddin Yoes, Balikpapan Selatan. Petugas keamanan setempat menyebut bahwa setiap hari memang seperti itu.

Tak seperti layaknya kantor pemerintahan pada umumnya, sangat sulit untuk mendaptkan pelayanan yang baik, hanya dua orang petugas keamanan yang berjaga sesekali menahan kami untuk tidak memperbolehkan masuk ke lantai dua, seorang perwakilan warga Desa Sepaso Selatan tampak hadir didampingi kuasa hukumnya Rangga Wandi, SH, MH, menceritakan kepada kami maksud kedatangannya ke Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kalimantan Timur  adalah untuk meminta klarifikasi tertulis  terkait status peralihan jalan di Desa Sepaso Selatan bengalon, melalui kuasa hukumnya menyampaikan kami telah bersurat namun tidak pernah diberikan Jawaban maka dari itu kami datang dan ingin mendapatkan jawaban secara langsung namun tak ada satupun yang dapat ditemui, kedatangan saya bukan yang pertamakalinya ini terkesan aneh ungkapnya.

Rangga menuturkan Semestinya Pelayanan publik harus dapat memenuhi kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik yaitu setiap institusi penyelenggara Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dalam rangkamemenuhi  pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.untuk memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan.

Berdasarkan pantauan Investigasi Hukum & Kriminal telah menduga, adanya kejanggalan pada lingkungan  Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kalimantan Timur bahwa benar pada Kamis (23/11/2023) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan OTT dan mengamankan uang tunai sebesar Rp525 juta sebagai sisa dari nilai Rp1,4 miliar

Dalam OTT KPK berhasil mengamankan Kepala Satuan Kerja Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) Kalimantan Timur (Kaltim) tipe B, Rahmat Fadjar, tersangka terkait kasus dugaan suap proyek pengadaan jalan di Kalimatan Timur.


KPK juga menetapkan empat tersangka lain yaitu Riado Sinaga selaku Pejabat Pembuat Keputusan (PPK) pada Pelaksana Jalan Nasional Wilayah 1 Kaltim, Abdul Nanang Ramis selaku pemilik PT Fajar Pasir Lestari, Hendra Sugiarto selaku staf PT Fajar Pasir Lestari dan Nono Mulyatno selaku Direktur CV Bajasari.

“KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap Penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka diantaranya NM, ANR, HS, RF dan RS,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (25/11/2023).

Penetapan kelima tersangka merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di kantor BBPJN Kalimantan Timur. Ada lima orang yang terjaring KPK yakni NM, ANR, HS, RF dan RS pada Kamis (23/11/2023). Selain itu, turut disita uang tunai sejumlah sekitar Rp525 juta.

“Temuan uang dimaksud menjadi bukti permulaan awal untuk pengembangan lebih lanjut,” ujar dia.

Dalam kasus ini, Rahmat Fadjar dan Riado Sinaga diduga menerima uang suap sebesar Rp1,4 miliar dari Nono Mulyatno, Abdul Nanang Ramis dan Hendra Sugiarto supaya mendapat dalam proyek pengadaan jalan nasional wilayah I di Provinsi Kaltim.

Johanis menyebut, diantaranya peningkatan jalan simpang batu – laburan dengan nilai Rp49,7 Miliar dan preservasi jalan kerang-lolo-kuaro dengan nilai Rp1,1 Miliar.

“RF memerintahkan RS untuk memenangkan perusahaan NM, ANR dan HS diantaranya dengan memodifikasi dan memanipulasi beberapa item yang ada di aplikasi E katalog LKPP,” ujar dia.

“Sekitar Mei 2023, NM, ANR dan HS memulai pemberian uang secara bertahap bertempat di kantor BBPJN Wilayah 1 Kaltim hingga mencapai sejumlah sekitar Rp1,4 Miliar dan digunakan diantaranya untuk acara Nusantara Sail 2023,” sambung dia.

Atas perbuatannya, Nono Mulyatno, Abdul Nanang Ramis dan Hendra Sugiarto disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan Rahmat dan Riado disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Red SRA

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *