Sukaluyu, Jawa Barat — Tim investigasi menemukan praktik mencurigakan dalam pencairan dana BPJS Ketenagakerjaan yang melibatkan jasa pihak ketiga. Ironisnya, banyak peserta tidak mengetahui bahwa mereka memiliki saldo Jaminan Hari Tua (JHT) yang bisa dicairkan. Justru, mereka didatangi oleh oknum jasa pencairan yang sudah mengetahui data pribadi dan alamat peserta secara rinci.
Jasa pencairan ini diduga mengakses data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) yang telah tersinkron dengan sistem BPJS. Dengan informasi lengkap seperti NIK, alamat, dan status kepesertaan, mereka mendatangi rumah warga dan menawarkan jasa pencairan dana JHT.
Dalam praktiknya, peserta yang tidak tahu-menahu soal hak pencairan justru merasa diuntungkan karena tiba-tiba mendapat uang. Namun, ada perjanjian yang mengikat: 50% dari dana pencairan harus diberikan kepada jasa tersebut. Beberapa warga mengaku tidak diberi penjelasan rinci dan hanya diminta Untuk Verifikasi Di App JMO.
Di satu sisi, peserta merasa terbantu karena bisa menikmati dana yang selama ini tidak mereka ketahui. Namun di sisi lain, muncul pertanyaan besar: bagaimana data pribadi bisa diakses oleh pihak luar? Apakah ada kebocoran sistem? Apakah ini pelanggaran privasi?
Salah satu warga, Suryati (45), mengaku kaget saat didatangi dan diberi tahu bahwa ia punya saldo JHT. “Saya tidak tahu bisa cair, tapi mereka datang dan urus semua. Saya cuma tanda tangan dan Verifikasi , tapi uangnya dibagi dua,” ujarnya.
Sementara itu, pakar hukum data pribadi dari Universitas Padjadjaran menyebut praktik ini sebagai “grey area” yang berpotensi melanggar UU Perlindungan Data Pribadi. “Jika benar data Disdukcapil digunakan tanpa izin, ini bisa masuk ranah pidana,” tegasnya.
Temuan ini membuka tabir praktik pencairan dana BPJS yang tidak transparan dan berpotensi melanggar hukum. Di tengah manfaat finansial yang dirasakan peserta, ada ancaman serius terhadap keamanan data dan hak privasi warga.
