
Sukaluyu, Jawa Barat — Di tengah upaya pemerintah meningkatkan akses pendidikan, muncul sorotan tajam terhadap keberadaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Lembaga yang awalnya ditujukan bagi warga dewasa yang putus sekolah kini dinilai mengalami pergeseran fungsi yang memicu pertanyaan publik. Sejumlah warga dan pemerhati pendidikan mulai mempertanyakan efektivitas dan relevansi PKBM di era Dana BOS yang sudah menjangkau sekolah formal dari tingkat SD hingga SMA. Kritik utama tertuju pada tumpang tindih anggaran dan pergeseran target peserta didik.
“PKBM itu dulu untuk orang tua yang buta huruf, atau ingin menyelesaikan pendidikan lewat Paket A, B, dan C. Sekarang malah anak-anak usia produktif yang seharusnya bersekolah di SD, SMP, atau SMA malah diarahkan ke PKBM,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Tak hanya soal anggaran, kualitas pengajar di PKBM juga menjadi sorotan. Banyak pihak mempertanyakan kompetensi dan sistem pengawasan terhadap tenaga pendidik di lembaga non-formal ini. “Kalau gurunya tidak jelas latar belakangnya, bagaimana bisa menjamin kualitas pembelajaran?” tambahnya.
Di sisi lain, pengelola PKBM menyebut bahwa lembaga mereka tetap relevan, terutama bagi anak-anak yang mengalami kendala sosial, ekonomi, atau geografis untuk bersekolah secara formal. Namun, transparansi dan evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas PKBM dinilai perlu dilakukan.
Masyarakat berharap pemerintah melakukan kajian ulang terhadap keberadaan PKBM, agar tidak terjadi pemborosan anggaran dan pergeseran fungsi yang justru merugikan generasi muda. “Ini bukan soal membubarkan atau mempertahankan, tapi soal efisiensi dan kejelasan fungsi. Jangan sampai niat baik berubah jadi pemborosan,” tutup warga tersebut.