
CIANJUR, (12/09) investigasihukumkriminal – Sejumlah pengelola program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Cianjur mengimbau para orang tua siswa untuk tidak memfoto menu makanan yang disediakan, kecuali ada alasan yang jelas dan resmi. Imbauan ini disampaikan menyusul kekhawatiran bahwa dokumentasi tanpa konteks dapat menimbulkan kesalahpahaman atau penyebaran informasi yang tidak akurat.
Namun, di lapangan, imbauan tersebut tidak sepenuhnya diindahkan. Beberapa ibu siswa tetap mengambil foto menu makanan yang diberikan kepada anak-anak mereka. Mereka beralasan bahwa dokumentasi tersebut penting sebagai bentuk pengawasan dan bukti apabila kualitas atau kuantitas makanan tidak sesuai dengan standar yang dijanjikan.
“Kami bukan mau menyebar fitnah, tapi kalau anak saya cuma dapat nasi dan kerupuk, ya saya foto. Biar jelas, biar bisa ditindak kalau perlu,” ujar salah satu ibu di Desa Sindangraja Kecamatan Sukaluyu.
Fenomena lain yang turut mencuat adalah kebiasaan para siswa membawa pulang sisa makanan ke rumah. Dengan membawa tempat makan masing-masing, mereka menyimpan lauk atau buah yang belum sempat dikonsumsi di sekolah. Bahkan di sekolah khusus PAUD, para ibu tak segan membekali anak-anak mereka dengan wadah nasi khusus agar makanan bergizi gratis bisa dinikmati bersama keluarga di rumah.
“Kalau anak saya nggak habis makan di sekolah, saya suruh simpan. Sayang kalau dibuang, bisa buat adiknya di rumah,” ungkap seorang ibu dari Desa Sindangraja.
Pihak pengelola dapur Umum, yang ditunjuk oleh Badan Gizi Nasional, menyatakan bahwa peliputan dan dokumentasi sebaiknya dilakukan dengan izin resmi. Mereka mengaku belum menerima arahan dari instansi pusat terkait keterlibatan media maupun publik dalam proses distribusi makanan bergizi.
Program MBG sendiri telah diuji coba di beberapa wilayah seperti Karangtengah, Sukanagara, dan Cidaun, dengan melibatkan ribuan siswa dari tingkat PAUD hingga SMA. Menu yang disediakan mencakup lauk bergizi seperti ayam, sayuran, buah, dan susu.
Namun, dinamika di lapangan menunjukkan bahwa transparansi dan komunikasi antara pengelola, sekolah, dan orang tua masih perlu diperkuat agar program ini berjalan optimal dan mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat.